Adab Lebih Didahulukan Daripada Ilmu
Pada hari raya Idul Fitri kemarin, kami sowan pada KH. Ahmad Dzul Hilmi Ghozali (Syaikhul Qurro' Surabaya).
Ada cerita menarik dari beliau ketika awal mula masuk di Surabaya dan menetap di Ampel Menara.
Sepulangnya beliau dari Makkah dimana, disana beliau belajar pada Syekh Abdul Ghoffar Ad-Durubi, Syekh Muhammad Isa Al-Fadani, Syekh Ismail dan lain-lain. Kemudian saat kembali, beliau mengajar di sebuah sekolah formal.
Kemudian ketika beliau ingin mengajar al-Quran di Ampel, beliau tidak serta merta langsung membuat majlis Qur'an, karena saat itu di Ampel sudah ada ulama besar yang juga mengajarkan al-Qur'an yakni KH. Nawawi (ulama ahli Qur'an yang pernah 15 tahun tinggal di Makkah, sekaligus imam masjid Sunan Ampel Surabaya).
Maka sebagai adab seorang yang ingin tinggal disebuah tempat, maka harus ijin pada sesepuh disana, adapun cara beliau meminta ijin dengan talaqqi pada KH. Nawawi terlebih dahulu.
Menurut penuturan KH. Hilmi "Bacaan KH. Nawawi sangat bagus, dengan dialek kearab-araban", bahkan ketika KH. Hilmi minta izin untuk setoran pada beliau pun, dengan mengunakan bahasa Arab.
Setelah hampir 10 juz talaqqi pada kiai Nawawi dan kebetulan ada santri kiai Nawawi yang bernama Asmu'i meminta izin pada KH. Nawawi untuk ngaji pada kiai hilmi karena melihat ketekunannya, maka dengan senang hati, kiai Nawawi mengizinkannya.
Sejak itu KH. Hilmi mulai membuka pengajian al-Qur'an dimana murid pertama beliau adalah Ust Asmu'i awalnya santri dari kiai Nawawi.
Setelah itu berdatangan santri yang mengaji pada beliau, diantaranya KH. Mujahidin Mukhlas (Ahli qiraat Sab'ah Demak dan penerjemah pertama Nadhom Syathibiyah), KH. Sufyan Nur, dan banyak lagi yang lainya.
Ibaroh Kisah Diatas
Sealim dan sebagus apapun niatan kita untuk berdakwah, ketika masuk ke wilayah orang lain, adab kesopanan tetap harus didahulukan, agar tuan rumah merasa dihargai dan kita bisa diterima oleh masyarakat setempat.
(Imam Safi'i, S.S, M.Pd)